Sunday, September 13, 2015

Fashion Crowd Challenge, Kesempatan Desainer Berbakat Indonesia untuk Go Internasional!



Fashion Crowd Challenge (FCC) adalah kompetisi desain fashion yang memanfaatkan crowd untuk menentukan sang talent. Eitss.. bukan seperti sistem lomba dengan banyak-banyakan like, sistem FCC berbeda. Juri tidak dapat memilih peserta yang akan di nilai, juri akan ditampilkan peserta secara random.

Oh iya, di FCC ini kamu bisa mendaftar sebagai desainer dan juga juri loh ataupun keduanyaa..
Buat kamu yang punya bakat di bidang desain fashion, inilah saat yang tepat untuk kamu menunjukan talenta kamu di depan para pecinta fashion dari seluruh dunia.

Dan buat kamu yang suka fashion, inilah saatnya kamu untuk membantu desainer berbakat untuk bisa mempunyai brand mereka sendiri. Karena FCC akan membimbing pemenang untuk bisa membuka brand mereka sendiri.

Apa yang desainer dapat ?
Hadiahnya sebagai berikut :
1. USD 100.000 (untuk satu orang)
2. USD 30.000 (untuk 2 orang)

3. USD 20.000 (untuk 2 orang)
4. USD 5.000 (untuk 10 orang)


Hadiah tersebut merupakan biaya bimbingan untuk membuka brand sendiri!!
YAA KAMU PUNYA BRAND SENDIRI!

Caranya gampang, setiap desainer bebas memasukan jumlah desain.
Untuk setiap desain maksimal 20 gambar + video (opsional) + dan deskripsi dari desain kamu!
Cara lengkapnya silahkan cek : http://story.fashioncrowdchallenge.com/2015/09/10/fcc-2015-submission-guide/
-
Apa yang juri dapat ?
1. Tiket ke FCC 2015

2. Akomodasi
3. Winner work!
-
Bagaimana cara daftarnya ?
So easy !
buat desainer dan juri ! Cukup sign up di web fashioncrowdchallenge.com/fcc2015
-
Info lengkap bisa cek di fashioncrowdchallenge.com/fcc2015

Buat kamu yang punya teman, sahabat, pacar, gebetan yang punya talenta di bidang desain fashion, nunggu apa lagi coba ?
Mau lewatin kesempatan ini ?
HEI DESAINER, AMBIL KESEMPATAN INI!!

Sejarah Fashion Indonesia

Sejarah Fashion Indonesia - Menurut Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya (1996) Kebaya berasal dari bahasa Arab ‘Kaba’ yang berarti ‘pakaian’ dan diperkenalkan lewat bahasa Portugis ketika mereka mendarat di Asia Tenggara. 

Kata Kebaya dapat diartikan sebagai jenis pakaian (atasan/blouse) pertama yang dipakai wanita Indonesia pada kurun waktu abad ke-15 atau ke-16 Masehi. Argumen Lombard tentu dapat diterima terutama lewat analogi penelusuran lingustik yang memang sampai saat ini kita masih mengenal ‘Abaya’ yang dapat diartikan tunik panjang khas Arab.

Sementara sebagian yang lainnya percaya Kebaya kaitannya dengan pakaian tunik perempuan pada masa Dinasti Ming di Cina, dan ini membawa pengaruh setelah imigrasi besar-besaran menyambangi semenanjung Asia Selatan dan Tenggara di abad ke-13 hingga ke-16 Masehi.

Terlepas dari asal usulnya yang Arab, atau Portugis, atau Cina, kita sangat mahfum bahwa penyebarannya ini memang dari arah utara kepulauan Indonesia. Artinya, negara-negara yang dilewati oleh penyebaran ala bangsa Arab, Portugis, dan Cina bisa jadi mereka memiliki versi berbeda dari kebayanya masing-masing. 

Dan akhirnya, Jawa menjadi tujuan penyebaran paling selatan, karena tidak diketemukan jejaknya lagi di kepulauan Pasifik barat atau semenanjung utara Australia.

Hingga pada pertengahan abad ke-18, ada dua jenis kebaya yang banyak dipakai masyarakat, yakni kebaya Encim, busana yang dikenakan perempuan Cina keturunan di Indonesia, dan kebaya Putu Baru, busana bergaya tunik pendek berwarna-warni dengan motif yang cantik.

Terlepas dari asal usulnya yang Arab, atau Portugis, atau Cina, kita sangat mahfum bahwa penyebarannya ini memang dari arah utara kepulauan Indonesia. Artinya, negara-negara yang dilewati oleh penyebaran ala bangsa Arab, Portugis, dan Cina bisa jadi mereka memiliki versi berbeda dari kebayanya masing-masing. 

Dan akhirnya, Jawa menjadi tujuan penyebaran paling selatan, karena tidak diketemukan jejaknya lagi di kepulauan Pasifik barat atau semenanjung utara Australia.

Hingga pada pertengahan abad ke-18, ada dua jenis kebaya yang banyak dipakai masyarakat, yakni kebaya Encim, busana yang dikenakan perempuan Cina keturunan di Indonesia, dan kebaya Putu Baru, busana bergaya tunik pendek berwarna-warni dengan motif yang cantik.

Terlepas dari asal usulnya yang Arab, atau Portugis, atau Cina, kita sangat mahfum bahwa penyebarannya ini memang dari arah utara kepulauan Indonesia. Artinya, negara-negara yang dilewati oleh penyebaran ala bangsa Arab, Portugis, dan Cina bisa jadi mereka memiliki versi berbeda dari kebayanya masing-masing. 

Dan akhirnya, Jawa menjadi tujuan penyebaran paling selatan, karena tidak diketemukan jejaknya lagi di kepulauan Pasifik barat atau semenanjung utara Australia.

Hingga pada pertengahan abad ke-18, ada dua jenis kebaya yang banyak dipakai masyarakat, yakni kebaya Encim, busana yang dikenakan perempuan Cina keturunan di Indonesia, dan kebaya Putu Baru, busana bergaya tunik pendek berwarna-warni dengan motif yang cantik.

Tahun 1950

Tahun '50-an ditandai dengan gaya berbusana klasik yang elegan, yang populer dengan sebutan gaya "New Look" yang diadaptasi dari tren fashion dunia. Dahulu, model busana ini sering dianggap sebagai model rancangan Christian Dior, yang pada tahun 1947 memperkenalkan corolle line, namun kemudian lebih dikenal sebagai The New Look. 

Meski banyak perancang lain seperti Balenciaga, Balmain dan Faith yang juga turut mengadaptasi bentuk ini sebelumnya pada tahun 1939. sayangnya, usaha mereka ini terhambat akibat meletusnya Perang Dunia II. Alhasil, dua tahun setelah perang, Dior lah yang berhasil menciptakan 'sensasi internasional' dengan rancangan gaya New Look ini.

Desain busana New Look benar-benar merupakan kebalikan dari sikap ekonomis atau hemat. Pasalnya, untuk satu busana saja membutuhkan bahan kira-kira sepanjang lebih dari 23 meter. 

Gaya New Look menitikberatkan pada bentuk tubuh wanita yang dibesar-besarkan pada bagian pinggang ke bawah. Dengan bantuan pakaian dalam yang bertulang (boned) dan bahan yang dikakukan secara otomatis model rok New Look seakan mengembang besar. Ini adalah beberapa desain busana dengan gaya new look:
Pada awal kemunculannya, New Look menimbulkan kontroversi di seluruh dunia Barat. Meski banyak wanita pada zaman itu mengadopsi gaya ini, tetapi banyak pula yang menolak karena New Look dianggap sebagai busana pemborosan dan artificial (palsu).

The House of Dior (rumah mode milik Christian Dior, red) dijaga ketat oleh wanita-wanita yang berang masa itu. Beruntungnya, justru akibat pemberitaan kontroversi tersebut, publisitas New Look semakin melambung dalam semalam saja. New Look kemudian terus berlanjut bahkan dalam beragam variasi bentuk hingga pertengahan tahun 1950-an.

Tahun 1960

Mode di tahun '60-an terasa lebih berwarna dan bervariasi. Selain gaya berbusana elegan dan chic ala Jackie O yang juga menyebar ke Indonesia, gaya ini juga dimeriahkan dengan gaya serba mini. Menjelang akhir '60-an, gaya serba mini ini berkolaborasi dengan motif-motif berani, yang kemudian di Indonesia dikenal dengan istilah A Go-go Look

Tahun 1970-1990
Tahun '70-an mode di Indonesia terlihat makin berwarna. Kehadiran perancang baru membuat nuansa warna yang sudah ada terlihat semakin kuat dan menarik. Tahun '70-an ini identik dengan gaya hippies serta gaya disco. Karena itulah gaya berbusana yang populer di era ini didominasi oleh celana bell bottom, kemeja pas badan dengan kerah super lebar, dan sebagainiya. Siluet untuk busana wanita sendiri masih banyak mengolah gaya mini serta potongan longgar.

Tahun '80-an adalah era 'powerful women'. Sesuai dengan era tersebut, di masa ini bermunculan busana dengan siluet serta besar, seperti padding yang menonjol di bagian bahu, siluet busana yang besar dan cenderung longgar. Permaian detail dan aksen berukuran besar (seperti kancing-kancing misalnya), serta paduan warna kontras. Perancang Indonesia di masa itu sangat terpengaruh dengan gaya ini, sehingga gaya berbusana yang ada pun cenderung berukuran besar.

90-an hingga sekarang adalah masa di mana gaya individual terlihat semakin berani bersuara. Tak heran jika di era ini, para perancang busana berbakat yang jumlahnya semakin banyak hadir dengan keunikan sendiri yang mencerminkan karakter mereka masing-masing. 

Ada yang menampilkan gaya busana serba tumpuk beraura vintage, ada yang bergaya maskulin, bergaya cantik, terkesan mewah dan elegan hingga yang beragaya unik.

Dunia mode nasional mulai mengadaptasi kegiatan mode eropa. Salah satunya koreografi dalam peragaan busana. Sejak diperkenalkan Norbert Schmitt pada tahun 1969 di Eropa, koreografi untuk peragaan busana mendarat di Jakarta pada tahun 1974. 

Perintis nasionalnya adalah Rudy Wowor yang merupakan murid Schmitt. Pada saat itu, istilah show director dalam peragaan busana belum dikenal sehingga beliau tak saja mengatur langkah dan ekspresi sang model, tapi juga menata pencahayaan, dekorasi dan musik pengiring. Profesi koreografer ini lalu diikuti Doddy Haykel, Denny Malik dan Guruh Sukarnoputera.
Dalam dunia jurnalisme mode, majalah wanita Femina hadir pada tahun 1972. Menurut catatan situsnya, Femina menunjukkan perhatian besar kepada dunia mode sejak edisi keduanya (bulan Oktober) melalui sebuah reportase tren mode yang ditulis oleh Irma Hadisurya.
Selain menghadirkan berita mode dari pusat mode seperti Pierre Cardin, Femina pun menunjukkan apresiasi terhadap mode nasional. Terutama saat Pia Alisjahbana dan Irma Hadisurya mengusulkan Femi na mengadakan Lomba Perancang Mode secara tahunan sejak tahun 1979. Dari ajang inilah hingga sekarang banyak disainer baru muncul seperti Chossy Latu, Samuel Wattimena, Carmanita, Edward Hutabarat, dan Stephanus Hamy.
Sementara itu, keterbatasan kesempatan bersekolah mode atau rancang busana di tanah air tak mematahkan semangat mereka yang ingin menjadi desainer. Sebagian melanglang buana ke luar negeri. Harry Dharsono, Poppy Dharsono, dan Iwan Tirta adalah beberapa contohnya.

Tahun 1990-2008


Tahun 1990-an ditandai dengan isu globalisasi dan internet. Artinya, kemudahan masyarakat mengakses informasi mode dari luar negeri menyebabkan kegandrungan akan budaya barat yang glamour. Glamoritas ini terasa pada karya disainer-disainer yang naik daun di tahun 1990-an. Sebastian Gunawan, misalnya. 

Setelah menggelar koleksinya yang terdiri atas ballgown dan ane ka payet, manik dan kristal, demam kemewahan ala selebritas Hollywood pun mewabah. Kemewahan ini juga terasa melalui gaun-gaun Biyan, Arantxa Adi, Adjie Notonegoro dan Eddy Betty. Hingga akhir 1990-an, persaingan untuk mendapatkan tempat di hati para pecinta mode semakin ketat diikuti semakin banyaknya nama-nama baru, apalagi dengan kehadiran sekolah mode franchisee seperti Esmod dan Lasalle. 

Di tahun 2000-an, mode Indonesia semakin kaya akan ide dan inspirasi. Setiap disainer memiliki ciri tersendiri. Adrian Gan, Obin, Kiata Kwanda, Sally Koeswanto, Tri Handoko dan Irsan selalu memukau dengan busana-busana mereka yang sangat bernafaskan seni. Ada juga yang sukses mensosialisasikan busana tradisional sebagai busana modern seperti Edward Hutabarat dan Anne Avantie. 

Beberapa meraih penghargaan melalui event seperti Indonesian Mercedes Benz Fashion Award dan Harper’s Bazaar fashion Concerto. Ada pula yang ditampilkan melalui film seperti busana Tri Handoko, Sebastian Gunawan dan Didi Budiarjo yang dikenakan Aida Nurmala dalam film Arisan. Namun, ada juga yang lebih sukses di luar negeri seperti Farah Angsana di Paris atau Mardiana Ika dan Ali Charisma di Hongkong.
2010 hingga sekarang.


Demam K-pop yang melanda Indonesia turut mempengaruhi perkembangan fashion di tanah air. Lihat saja gaya remaja Indonesia sekarang yang mengikuti tren fashion korea. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya boy band dan girl band korea yang begitu popular , bahkan sekarang begitu banyak bermunculan boy band dan girl band Indonesia yang meniru gaya maupun fashion mereka.